YuriLabs
  • Home
  • Project
  • All Series
    • Manga
    • Manhwa
    • Manhua
  • Adv. Search
Login Register
Prev
Next
  • Home
  • Project
  • All Series
    • Manga
    • Manhwa
    • Manhua
  • Adv. Search
shuu Ni ichido- LN Vol- 6

(LN) Shuu ni Ichido Classmate wo Kau Hanashi

Chapter 1.2

  1. Home
  2. (LN) Shuu ni Ichido Classmate wo Kau Hanashi
  3. Chapter 1.2
Prev
Next

Chapter 1.2 Sendai-san Berharga Lima Ribu Yen, Tidak Lebih dan Tidak Kurang

Setelah kakiku dielus sekali oleh lidahnya, Sendai-san mengangkat kepala dan bertanya dengan suara pelan,

“Ini udah cukup?”

Kalau lagi bad day, aku suka maksa Sendai-san buat nurutin maunya aku.

Itu yang udah aku putuskan sejak kami memulai hubungan ini.

Dan karena hari ini bukan hari yang menyenangkan, aku gak bakal biarin dia lolos semudah itu.

“Belum.”

Bukannya aku mau ngehukum Sendai-san atau gimana, tapi gak seru kalau cuma sekali jilat. Maksudku, gak setiap hari dia setuju sama permintaan aneh kayak gini. Awalnya gak niat sampai sejauh ini, tapi karena udah terlanjur, sayang kalau gak dinikmati lebih lama.

“Sampai kapan aku harus kayak gini?”

“Sampai aku bilang cukup.”

“Dasar mesum.”

Sendai-san bergumam, sambil mengerutkan keningnya.

Seperti yang kuduga, dia kelihatan gak senang, tapi gak penting buatku apakah dia senang atau enggak. Yang paling penting adalah aku terhibur.

“Dan tugas kamu dengerin apa yang disuruh si mesum ini, Sendai-san.”

Aku tersenyum jahil padanya yang masih duduk di lantai.

Pemanas ruangan terus menghembuskan udara panas ke kamarku, bikin Sendai-san melonggarkan dasinya lagi. Blazernya udah dilepas dan tergeletak di suatu tempat. Dua kancing pertama di blusnya terbuka, memperlihatkan sedikit tulang selangkanya.

Sendai-san menghela napas pelan.

Lalu, seperti anjing atau mungkin kucing, dia mulai menjilati kakiku.

Lidahnya yang basah dan hangat terasa lembut dan lengket. Rasanya kayak kami lagi lakuin sesuatu yang gak pantas banget.

Kalau aku punya peliharaan dan mereka menjilati kakiku kayak gini, aku bakal mikir itu lucu. Tapi kenyataannya, yang menjilati kakiku sekarang bukan anjing atau kucing—melainkan manusia.

Aku gak bakal bilang penampilan Sendai-san selevel model majalah, tapi wajahnya memang sangat proporsional. Meski begitu, pikiran ada orang lain menjilati kakiku bikin aku gak nyaman. Aku gak suka kulitku dielus ujung lidah orang lain.

“Miyagi, kamu nikmatin ini?”

Sendai-san bertanya, sambil mengangkat kepalanya.

“Ya, dalam arti tertentu, iya.”

Aku gak nemuin kesenangan dalam perbuatan menjilat kaki, tapi itu menghibur karena yang lakuin itu Sendai-san.

Sendai-san yang menonjol di antara teman-teman sebaya kami dan disukai guru, sekarang menjilati kakiku.

Dia menjilati kaki orang biasa dan gak penting kayak aku, persis kayak seorang pelayan.

Pikiran itu aja udah cukup bikin semangatku naik.

“Jadi kamu beneran anggap ini seru, ya? Kalau gitu, sekalian aja, gimana kalau aku bikin rasanya enak juga?”

Sambil ngomong, Sendai-san menempatkan lidahnya di dekat jempol kaki dan perlahan-lahan ke arah pergelangan kakiku. Sensasi lidahnya yang hangat dan basah bikin tanganku mengepal. Aku bisa ngerasain perutku kaku saat aku mengatupkan gigi.

“Jangan lakuin itu.”

Aku menjawab singkat sambil menarik poni Sendai-san. Dia melepaskan diri dengan lembut dan menjawab, “Udah, ah,” sambil masih memegang pergelangan kakiku.

Kukunya yang agak panjang mulai menusuk kulitku.

Menggunakan jari telunjukku, aku menyentuh dahi Sendai-san.

“Jangan lakuin hal yang gak perlu.”

Aku menegurnya. Sebagai balasan, dia cuma bilang, “Iyaaa,” dan pegangannya di pergelangan kakiku melonggar.

Lidahnya kembali ke atas kakiku.

Tanpa ragu, dia dengan santai mulai menjilatinya lagi.

Aku gak tahu apa yang ada di pikirannya.

Faktanya, aku selalu menganggapnya sebagai seseorang yang sulit ditebak.

Kalau aku jadi dia, aku gak akan pernah bisa menjilati kaki orang lain, tapi lihatlah dia, dia melakukannya tanpa mengeluh sedikit pun.

Aku ragu dia lakuin ini demi uang.

Tapi kalau bukan itu alasannya, lalu apa?

Yah, kurasa gak ada gunanya mencoba mencari tahu apa yang ada di pikiran orang sehebat dia.

“Aku penasaran, apa yang bakal teman-temanmu pikirin kalau mereka lihat kamu lakuin ini, Sendai-san.”

Aku bertanya padanya.

Kelompok temannya bukan tipe orang yang biasa berinteraksi denganku. Mereka selalu bersinar, dan mereka terlihat selalu bersenang-senang, seolah-olah mereka memanfaatkan setiap momen di kehidupan sekolah mereka.

“Daripada khawatir tentang aku, kayaknya kamu harus lebih peduli sama diri sendiri. Kalau ada yang ngeliat pemandangan kayak gini, kayaknya gak ada satu pun orang yang gak setuju kalau kamu bertingkah kayak orang mesum rendahan, Miyagi.”

Sendai-san membalas dengan dingin sambil mengangkat kepalanya.

Kalau ini ketahuan di sekolah, reputasiku mungkin bakal anjlok ke dasar. Gak diragukan lagi, kehidupan sekolah normal yang biasa kujalani bakal berakhir.

Tapi hal yang sama juga bakal terjadi pada Sendai-san. Kalau mereka tahu dia sibuk menjilati kaki orang yang benar-benar gak penting kayak aku, posisinya juga bakal hancur.

Makanya, gak masalah buatku kalau aku dikenal sebagai mesum rendahan atau enggak.

Lagi pula, itu bikin Sendai-san jadi teman si mesum rendahan itu.

“Gak usah khawatir. Aku tahu kalau ngumbar apa yang kita lakuin di sini di sekolah itu melanggar perjanjian kita, jadi aku gak akan bilang apa-apa.”

Itu salah satu aturan yang kami buat waktu kami pertama kali memulai.

Ada beberapa aturan yang kami tetapkan waktu aku berhasil bikin Sendai-san setuju buat ngasih aku lakuin apa pun yang aku mau dengan dia seharga lima ribu yen, dan salah satunya adalah apa pun yang kami lakuin bareng setelah sekolah itu cuma rahasia di antara kami.

Ini kayak permainan rahasia cuma buat kami berdua—yang gak akan pernah dilihat orang lain. Tentu aja, itu juga berarti gak ada satu pun dari kami yang bakal kasih tahu orang lain tentang ini.

“Yang lebih penting, kurangin ngomongnya dan lebih banyak menjilat.”

Aku mengangkat dagu Sendai-san dengan punggung kakiku.

Dia menyipitkan mata.

Dia menatapku tajam, seolah ada sesuatu yang mau dia katakan.

Faktanya, itu mungkin pertama kalinya dia menatapku kayak gitu sejak aku mulai bayar dia lima ribu yen.

Melihat tindakan perlawanan darinya ini bikin tulang belakangku merinding.

Bukannya aku beneran mau dengerin dia atau gimana, aku pikir aku harusnya kasih dia hak buat bicara.

“Kalau kamu ada yang mau diomongin, aku kasih kamu hak buat ngomong satu kata aja.”

Kata aku, sambil menatapnya balik dengan kakiku masih menopang dagunya.

Comments for chapter "Chapter 1.2"

MANGA DISCUSSION

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

*

Chapter 1.2
Fonts
Text size
AA
Background

(LN) Shuu ni Ichido Classmate wo Kau Hanashi

344 Views 2 Subscribers

Seminggu sekali, Miyagi membayar 5.000 yen kepada teman sekelasnya, Sendai. Uang 5.000 yen itu digunakan untuk membeli tiga jam waktu Sendai, yang memberikan Miyagi hak untuk memberi perintah....

Chapters

  • Free
    Chapter 2.3
  • Free
    Chapter 2.2
  • Free
    Chapter 2.1
  • Free
    Chapter 1.3
  • Free
    Chapter 1.2
  • Free
    Chapter 1.1

Sign in

Lost your password?

← Back to YuriLabs

Sign Up

Register For This Site.

Log in | Lost your password?

← Back to YuriLabs

Lost your password?

Please enter your username or email address. You will receive a link to create a new password via email.

← Back to YuriLabs

Premium Chapter

You are required to login first